Cibiru, Bandung, Perslima.com – Kampus UPI Cibiru menjelma menjadi titik panas dalam rangkaian panjang kampanye akbar Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (BEM REMA UPI) 2025 yang digelar oleh Panitia Komisi Pemilihan Umum REMA UPI. Memasuki hari kedua roadshow politik kampus ini, setelah sehari sebelumnya digelar di UPI Kampus Daerah Sumedang, atmosfer di Cibiru terasa lebih membakar. Koridor penuh sesak, tak hanya oleh kehadiran dua pasangan calon presiden dan wakil presiden mahasiswa, tetapi juga oleh gelombang mahasiswa kritis yang datang bukan untuk mendengarkan retorika kosong, melainkan untuk menguji janji dengan nalar dan keresahan nyata.
Forum berjalan intens. Pertanyaan-pertanyaan tajam membanjiri podium, memaksa pasangan calon menjawab lebih dari sekadar visi misi normatif. Bahkan waktu yang disediakan panitia tak mampu menampung dinamika. Sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) secara resmi mengajukan permintaan perpanjangan waktu forum hingga satu jam, dan dikabulkan. Ini bukan forum basa-basi. Mahasiswa daerah menuntut keterwakilan nyata dalam struktur kekuasaan REMA bukan hanya dalam poster kampanye.
Dalam ruang yang biasanya hening oleh birokrasi, kini menggema oleh debat, tanya, dan desakan. Cibiru tidak hanya menjadi “panggung” untuk paslon menyampaikan program, tetapi juga berubah menjadi “pengadilan publik” yang menuntut komitmen pada transparansi, distribusi kekuasaan, dan afirmasi terhadap kampus daerah. Hari itu, retorika diuji. Janji dipertaruhkan. Dan mahasiswa Cibiru membuktikan: kami bukan audiens pasif, kami adalah oposisi kritis yang tak bisa diabaikan.

Dua Paslon, Satu Ujian: Memaknai Visi Misi di Hadapan Kampus Daerah
Pasangan Calon (Paslon) 01, M. Ikhwan Darmawan dari Kampus Daerah Serang, Program Studi Sistem Informasi Kelautan Angkatan 2021, bersama Anang Rafi Anugrah dari Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah Angkatan 2021, hadir dengan membawa visi bertajuk “PRIMA”—akronim dari Progresif, Resonan, Inklusif, Mandiri, dan Adaptif. Dalam pemaparannya, Ikhwan yang akrab disapa Wawan menegaskan bahwa BEM REMA tidak boleh stagnan dan harus mampu membakar semangat perubahan dengan merespons kritik sebagai bahan bakar gerakan. “Kami tidak menjadikan presiden sebelumnya sebagai benchmark,” ujarnya tegas. Sementara itu, Anang memantik kontroversi saat menyatakan bahwa dirinya mengambil refleksi kepemimpinan dari sosok Adolf Hitler, sebuah pernyataan yang memicu respons kritis dari peserta kampanye dan membutuhkan klarifikasi lebih lanjut dari pasangan ini.

Sementara itu, Paslon 02, Abu Rosyid Al Ghifari dari Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Akuntansi Angkatan 2021, bersama Moch. Najril Fauzan Nurdiansyah dari Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan Angkatan 2021, tampil dengan mengusung nama gerakan “Suar Sangga”. Bagi mereka, nama ini bukan sekadar label, melainkan representasi dari arah gerakan yang ingin mereka bangun: “Suar” sebagai cahaya pencerahan yang membimbing arah perubahan, dan “Sangga” sebagai pilar kokoh yang menopang perjalanan kolektif mahasiswa. “Kami hadir untuk menjadi pijakan yang teguh bagi seluruh mahasiswa. Karena di balik setiap cahaya perubahan, harus ada pilar yang memastikan kita semua bisa berdiri tegak untuk menggapainya,” ungkap Najril. Dalam forum, Paslon ini juga menyoroti persoalan laten dalam tubuh organisasi mahasiswa, mulai dari lemahnya advokasi hingga stagnasi kaderisasi dan digitalisasi. “BEM REMA kehilangan relevansi jika tak bisa mengawal isu-isu fundamental ini,” kata Najril. Menegaskan komitmen mereka terhadap akuntabilitas, Abu Rosyid pun menambahkan, “Jika kami ingkar, silakan tagih kami hitam di atas putih.”

Cibiru Menyala: Deretan Pertanyaan Tajam dari Mahasiswa dan Pimpinan Ormawa
Ruang koridor Gedung E UPI Cibiru pada 3 Juli 2025 menjadi saksi bahwa kampus daerah bukan sekadar penonton dalam dinamika BEM REMA. Di tengah kampanye akbar yang menghadirkan dua pasangan calon, suara mahasiswa justru menjadi denyut utama forum. M. Salman Audah, Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Multimedia (HIMAPEDIA), membuka sesi tanya jawab dengan pertanyaan tajam tentang struktur kampus itu sendiri. “Apakah para calon siap mengawal perubahan nomenklatur kampus daerah menjadi fakultas, agar memiliki hak struktural yang setara di UPI Raya?” Isu ini bukan hal baru, tapi dalam konteks kontestasi, menjadi pertaruhan: apakah keberpihakan terhadap kampus daerah hanya retorika atau sungguh agenda perjuangan.
Pertanyaan kedua datang dari Akmam Jadidi Rahman, Ketua BEM UPI Cibiru, yang langsung menohok soal transparansi dan akuntabilitas anggaran. Ia mendorong komitmen tertulis dari para kandidat. “Kami ingin hitam di atas putih. Ketika program tidak dilaksanakan, maka LPJ ditangguhkan. Apakah siap?” Tekanan ini menyinggung realitas pahit kepemimpinan sebelumnya yang kerap terjebak dalam janji, tanpa perwujudan konkret dalam pelaksanaan program. Dalam konteks kampus daerah yang kerap tertinggal dalam distribusi sumber daya, pertanyaan Akmam bukan hanya soal administratif, tapi juga bentuk tuntutan keadilan struktural.
Sesi dilanjutkan dengan pertanyaan dari Adistya Pramaresa Katamsi, Ketua Angkatan Pendidikan Multimedia 2023, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua HIMAPEDIA dan Wakil Ketua Umum UKM PERSLIMA. Ia mengangkat dimensi strategis organisasi dan peran representatif kampus daerah. “Bagaimana pasangan calon menyeimbangkan oposisi dan koalisi lintas fakultas jika terpilih nanti? Bagaimana mekanisme penyusunan kabinet menteri? Apakah Kamda akan dilibatkan dalam struktur pimpinan REMA?” Pertanyaan ini menggugat kemapanan struktur politik kampus yang selama ini terpusat. Jika BEM REMA ingin mengusung semangat inklusif, maka keterlibatan Kamda dalam pengambilan keputusan tidak boleh hanya simbolis.
Tak berhenti di sana, gelombang pertanyaan dari jajaran pimpinan organisasi mahasiswa pun terus mengalir, menggugat, dan menuntut konkretisasi janji. M. Nasyih Ulwan, Ketua HIMATEKKOM, mengingatkan agar narasi transparansi anggaran tidak berhenti pada slogan media sosial, tetapi dibuktikan dalam mekanisme keuangan yang terbuka dan dapat diakses mahasiswa. M. Hanif Diyaulhaq, Ketua HIMAPGSD, dan M. Syafi’i Nurulloh, Ketua Angkatan 2022 sekaligus Sekjend BEM UPI Cibiru menyoroti ketimpangan fasilitas antara kampus pusat dan daerah, dan mendesak pemerataan sebagai bentuk keadilan institusional. Sorotan terhadap marginalisasi kampus non-pusat juga disuarakan oleh Zein Naufal, Ketua Departemen P2M HIMARPL, yang meminta afirmasi nyata dalam bentuk program dan kebijakan. Sementara itu, dari suara perempuan di ruang itu, Nayla Rahmah, Ketua Angkatan PGPAUD 2024, mempertanyakan sejauh mana mekanisme pengawasan program kerja bisa berjalan tanpa terjebak pada formalitas dan LPJ kosong makna. Muzzamil Ali Qodari, Ketua Angkatan 2023 sekaligus Wakil Ketua HIMAPGSD, mengkritisi kesenjangan alur informasi antara fakultas pusat dan kampus daerah, yang selama ini menghambat koordinasi lintas entitas. Penutup yang menggugah datang dari Moch Vicky, Ketua Angkatan 2024, yang mengingatkan bahwa kehadiran paslon jangan sekadar tampil saat kampanye saja. “Yang kami butuhkan adalah pemimpin yang turun ke kampus daerah bukan karena sedang butuh suara, tapi karena sadar akan tanggung jawab representasi,” tegasnya, disambut tepuk tangan panjang dari peserta kampanye.
Kampanye di Cibiru bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari gelombang besar kontestasi politik kampus yang menyapu seluruh wilayah UPI. Dimulai dari UPI Kampus Daerah Sumedang pada 1 Juli 2025, dilanjutkan dengan UPI Cibiru (2 Juli), UPI Tasikmalaya (4 Juli), UPI Serang (8 Juli), dan UPI Purwakarta (9 Juli). Kampanye lalu bergerak ke kampus pusat dengan intensitas yang lebih padat: Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB), dan Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD) pada 11 Juli; disusul oleh Fakultas Pendidikan Teknik dan Industri (FPTI), Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), serta Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) pada 12 Juli; dan ditutup dengan kampanye di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), serta Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) pada 13 Juli 2025. Gelombang ini menunjukkan bahwa pemilihan BEM REMA tak lagi hanya milik kampus pusat, namun menjelma sebagai momentum kolektif seluruh elemen UPI.
Dalam sesi tanggapan atas rentetan pertanyaan mahasiswa, kedua pasangan calon menjawab dengan pendekatan yang menggabungkan program kerja dan refleksi personal. Capres Abu Rosyid Al Ghifari menegaskan pentingnya mengevaluasi presiden BEM sebelumnya dan menyebut telah membangun komunikasi lintas kampus, termasuk dengan presma ITB dan UGM. Ia menyebut tokoh Protestan sebagai role model kepemimpinannya. Sementara itu, Cawapres Moch. Najril Fauzan Nurdiansyah menjadikan Pres Elfa (Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi), kandidat perempuan pertama dalam sejarah BEM REMA UPI sebagai rujukan utama. Ia mengaku banyak berdialog dengan mahasiswa perempuan dan menyoroti pentingnya pendekatan empatik. Kamda Purwakarta disebut sebagai contoh kampus yang telah “dirawat” dengan baik. Fokus utama mereka, tegas Najril, adalah isu pendidikan, dengan Mahatma Gandhi sebagai simbol kepemimpinan berbasis perdamaian dan pengembangan sumber daya manusia.
Terkait isu kekerasan seksual, pasangan ini mengusulkan sistem klasifikasi berdasarkan tingkat kasus: ringan, sedang, dan berat, yang akan diproses sesuai alur di fakultas dan kampus daerah. “Kami siap mengawal isu kekerasan seksual di mana pun itu, di dalam maupun luar kampus,” tegas Abu. Soal keterlibatan Kamda, program REMA CollabSpace akan menjadi ruang kolaborasi lintas entitas, memungkinkan kampus daerah menjadi tuan rumah. Sementara itu, Spectrum REMA UPI dirancang untuk memperkuat fungsi REMA sebagai penghubung antara pusat dan daerah. Dalam hal evaluasi program, pasangan ini mendorong pelaksanaan rutin Kongres UPI Raya dan menjaga kesinambungan komunikasi antarperiode. Posisi oposisi dianggap bagian dari dinamika sehat. “Koalisi itu untuk menyatukan visi, bukan sekadar emosi,” ujar Abu. Dalam hal staffing, skema yang ditawarkan bersifat terbuka dan objektif, berbasis kebutuhan dan kapasitas kader. Laporan keuangan akan dibenahi oleh Abu, sebagai mahasiswa akuntansi, mengakui bahwa standar pelaporan REMA sebelumnya belum ideal dan berkomitmen untuk memperbaikinya.
Respon dari peserta kampanye menandai bahwa janji manis saja tak lagi cukup. Akmam Jadidi Rahman, Ketua BEM UPI Cibiru, menilai visi misi kedua paslon sudah inklusif dan progresif. Namun, ia menekankan bahwa pengawalan implementasi jauh lebih krusial. “Kampus daerah dan fakultas sudah disebut-sebut tapi seberapa jauh kami akan dilibatkan?” tanyanya. Moch Vicky, Ketua Angkatan 2024, menyuarakan harapan sekaligus keraguan, “Visi misinya visioner dan positif, tapi ujungnya tetap soal siapa yang benar-benar sanggup melaksanakan.” Forum kampanye ini menegaskan bahwa politik kampus bukan sekadar panggung retorika. Di hadapan mahasiswa yang sadar dan kritis, yang diuji bukan hanya program, tetapi komitmen dan keberanian menepati janji.
Di balik euforia yang menggema dari panggung ke panggung, kegelisahan terhadap struktur sentralistik REMA tetap bergema. Sejumlah suara dari kampus daerah mempertanyakan apakah kampanye ini hanya ritual tahunan atau benar-benar menjadi jalan menuju representasi yang setara. “Visi misi itu penting, tapi keterwakilan struktural jauh lebih genting,” ungkap salah satu peserta kampanye. “Cibiru itu Kamda, tapi bukan Kandang Domba, bagian dari UPI Raya; ” Kalimat ini menjadi refleksi bersama bahwa kampus daerah tidak ingin hanya dirangkul sebagai simbol, tetapi ingin ikut duduk di meja perumus kebijakan.
Tatkala maraknya janji dan jargon, tantangan terbesar bagi pasangan calon bukan sekadar memenangkan suara, tetapi menjawab keresahan struktural mahasiswa kampus daerah yang selama ini teralienasi. Politik kampus bukan hanya soal elektabilitas, tapi juga soal keberanian mendistribusikan kuasa secara adil. Kampanye boleh serentak, tapi apakah representasi akan turut menyusul? Pertanyaan itu masih menggantung, menunggu jawaban dari siapa pun yang nanti terpilih.
Di atas panggung kampus, visi dan misi adalah teks, dan teks selalu bisa direvisi. Yang tak bisa direvisi adalah kepercayaan. Politik mahasiswa harusnya tidak menjadi tiruan dari politik negara yang penuh kosmetik, melainkan ruang kritis untuk menantang struktur, memperjuangkan akses, dan menegaskan bahwa kampus daerah bukan komoditas politik musiman.
Kami, dari UPI Cibiru, tidak akan diam. Dan kami pastikan, janji hari ini akan kami tagih esok hari!
Reporter: Irvan Rizqi Lase dan Adistya Pramaresa Katamsi
Foto dan Video: Hizkia Anugrah Rajagukguk dan Ridwan Muttahid
Editor: Maulida Siti Nurhaliza
Redaktur: Andreas Audi Ramadhan Sidabutar dan Salwa Asyifa Sabila